Selasa, 30 Juni 2009

BANK SYARIAH TAHUN 2009: MEMADUKAN PEMAHAMAN EMOSIONAL KE RASIONAL UNTUK KESEJAHTERAAN GLOBAL

Industri bank syariah telah berkembang sejak 18 Tahun yang lalu. Bermula dari kajian teoritis pada tahun 1970-an, kini mulai berkembang dalam bentuk aplikatif yakni perkembangan bank Syariah yang merupakan ikon ekonomi Syariah. Bank Syariah saat ini diharapkan menjadi sebuah solusi untuk menciptakan sektor riil dan memberikan efek makro untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi.

Berbagai tanggagapan banyak disampaikan para praktisi dan akademisi ekonomi Islam yang menyatakan bahwa industri perbankan syariah sudah menunjukkan kemajuannya sejak 18 tahun yang lalu, yang dilihat dari berbagai aspek. Walaupun demikian, harus diakui bank Syariah saat ini belum menunjukkan pengaruh terhadap sektor riil secara makro karena market share yang masih kecil sekitar 2,1% dari pangsa pasar Perbankan Nasional.

Hal ini dimungkinkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi, namun saat ini terbukti, selama tahun 2008 jaringan pelayanan bank syariah mengalami penambahan sebanyak 130 kantor cabang dan 1.440 kantor cabang bank konvensional yang memiliki layanan syariah. Secara geografis, penyebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini telah menjangkau masyarakat di lebih dari 89 kabupaten/kota di 33 propinsi. Jumlah BUS (Bank Umum Syariah) bertambah, sehingga sampai Oktober 2008 menjadi berjumlah lima BUS. Kinerja pertumbuhan pembiayaan bank syariah tetap tinggi sampai akhir tahun 2008 dengan kinerja pembiayaan yang baik (NPF, Net Performing Financing di bawah 5%).

Penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah selama tahun 2008 secara konsisten terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 17,6% dari triwulan ketiga tahun 2007 atau menjadi 42,9% pada triwulan ketiga tahun 2008. Sementara itu, nilai pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah mencapai Rp.37,7 triliun. Sekali lagi industri perbankan syariah menunjukkan ketangguhannya sebagai salah satu pilar penyokong stabilitas sistem keuangan nasional. Dengan kinerja pertumbuhan industri yang mencapai rata-rata 60% sejak dikembangkannya pada tahun 1992 dan diperkirakan tetap akan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi pada tahun 2009. (Outlook Perbankan Syariah 2009, yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia). Tahun 2009 diprediksi mencapai 75%.

Perkembangan itu wajib kita syukuri namun kenyataan market share perbankan Syariah yang masih kecil tidak akan mempengaruhi perekonomian global. Hal ini perlu evaluasi yang mendalam bagi perbankan Syariah dan kita sebagai akademisi yang mendukung pengembangan ekonomi Syariah.

Sinergi pelaku ekonomi Syariah

Pertumbuhan bank syariah tidak terlepas dari peran berbagai pihak, baik itu masyarakat, institusi perbankan Syariah dan pemerintah sebagai pemegang kebijakan.

Peran masyarakat, Sejarah awal perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia merupakan cerminan keinginan masyarakat untuk memiliki bank yang sesuai dengan sistem Syariah. Keinginan awal pendirian bank Syariah tidak semata ditopang oleh keinginan emosional ajaran al-Qur'an yakni untuk menghindari riba. Tetapi, disamping itu, melihat dari praktek sistem perbankan konvensional juga telah melakukan eksploitasi ekonomi yang akhirnya terbukti pada tahun 1998 terjadi krisis moneter. Pada saat itu, keinginan rasional terbukti dengan ketahanan Bank Muamalat dalam menghadapi krisis moneter. Jadi, dapat dikatakan, apa yang mendasari keinginan emosional yang termaktub dalam al-Qur'an ternyata bisa dibuktikan secara rasional. Kandungan al-Qur'an yang berbicara tentang Muamalah disini terbukti secara rasional. Setelah itu, lambat laun pertumbuhan bank Syariah menunjukkan perkembangannya walaupun belum maksimal mencapai target market share 5% tahun 2008.

Peranan perbankan Syariah¸ belum terpenuhinya target pertumbuhan bank syariah mencapai 5%, perlu menjadi evaluasi diri bank Syariah dan melihat faktor-faktor apa saja yang menyebabkan perlambatan tersebut. Berdasarkan survey perusahaan riset marketing MARS Indonesia, faktor utama nasabah memilih bank syariah ternyata adalah keuntungan emosional atau emotional benefit-nya. Hal ini tercermin dari dua alasan terbesar nasabah, yaitu kesesuaian dengan syariat Islam dan keinginan agar terhindar dari riba. Sementara itu yang kedua, merupakan faktor yang bersifat keuntungan fungsional yang mendasar atau functional benefit, seperti keamanan, kedekatan lokasi, bagi hasil, dan kualitas layanan.

Ketiga, nasabah yang ingin mendapatkan keuntungan finansial sekaligus keuntungan emosional. Nasabah ini banyak disebut juga sebagai nasabah rasional. Namun, ketika dihadapkan pada dua pilihan, nasabah rasional ini akan lebih mementingkan keuntungan finansial terlebih dahulu dibandingkan keuntungan emosional.

Hal ini menjadi tugas besar bagi bank Syariah untuk terus mensosialisakan produk bank Syariah ke masyarakat. Isu bunga tidak lagi menjadi fokus utama tetapi disamping itu, benefit yang dihasilkan harus bisa berkompetisi dengan bank konvensional. Tetapi, meskipun demikian, bank Syariah harus sesuai dengan koridor Syariah. Sebab, nasabah rasional selalu mengutamakan profit semata tanpa melihat efek ekonomi global. Memang, tugas bank Syariah sangat berat disamping harus memberikan profit yang maksimal tetapi harus tetap dalam koridor syariah. Sementara, masyarakat yang telah terkoptasi dengan paradigma kapitalis terkadang mengabaikan aspek kesyariahan dan mengutamakan profit semata.

Perusahaan korporasi dan kelas menengah ke atas dalam berinvestasi selalu mencari investasi yang aman dan mudah. Mudah dalam artian mendapatkan keuntungan. Tidak mengherankan banyak uang-uang panas bermain di pasar spekulatif yang menjanjikan keuntungan yang tinggi tetapi tidak menjanjikan sektor riil yang akhirnya menyebabkan buble economic dari pada mencari investasi yang menumbuhkan sekotor riil yang mempunyai resiko namun efek ekonomi di masa mendatang dapat menumbuhkan sektor perekonomian. Sudah saatnya nasabah rasional juga diberikan pemahaman emosional yang tidak memandang keuntungan sesaat tetapi juga untuk masa depan perekonomian.

Peran pemerintah, pemerintah sebagai pemegang kebijakan menjadi faktor penentu pengembangan bank Syariah. Pasca disahkannya Undang-undang No. 21 tentang Perbankan Syariah dan Undang-undang Surat Berharga Syariah Negara (UU SBSN) menunjukkan bahwa pemerintahan SBY telah mendukung keberadaan bank Syariah. Namun demikian, masih perlu kerja nyata untuk pengembangan bank Syariah. Kerja nyata itu terwujud dengan melibatkan bank Syariah dalam sektor korporasi. Dengan disahkannya RUU SBSN menjadi UU SBSN memberikan dampak positif bagi industri ekonomi syariah. Kepastian Hukum akan menarik Investor syariah baik di Timur Tengah maupun di berbagai belahan negara lainnya. Keberadaan UU tersebut akan mendorong pertumbuhan industri ekonomi syariah karena pemerintah dapat mengeluarkan berbagai produk sukuk dan turunannya yang dapat diserap oleh industri. Inilah kerja nyata yang dimaksud, secara konkrit pemerintah harus mengkonversi bank BUMN menjadi bank Syariah untuk mencapai target pertumbuhan bank Syariah sebesar 5%.

Kesimpulan

Dalam pengembangan ekonomi Syariah tidak bisa diabaikan peran ekonomi Syariah. Perbankan Syariah hanya bagian dari ekonomi Syariah. Ekonomi Syariah dikaji secara mikro dan makro ekonomi Syariah. Perilaku individu-individu dalam berekonomi akan menghasilkan kebijakan makro ekonomi.

Pemahaman ekonomi Syariah individu harus dibenahi sehingga konsep ekonomi Syariah dapat dipahami dengan benar. Kapitalisme yang merasuki jiwa individu-individu menjadi hambatan besar. Kemudahan dalam mendapat keuntungan bagi pemodal besar -kapitalis- sering memainkan uang sebagai komoditi yang keuntungannya besar tetapi efek terhadap sektor riil tidak ada. Secara logika, siapa pun tidak mau rugi dalam berinvestasi tetapi tidak juga harus menyebabkan efek negatif pada perekonomian global.

Dalam hal ini, peran pemegang kebijakan makro melihat kondisi efek makro. Peluang untuk memajukan ekonomi global yang digagas ekonomi Syariah harus didukung secara maksimal. Sebaliknya, peluang untuk menhancurkan perekonomian sedikit demi sedikit harus dikurangi, dan akhirnya dihapuskan. Jadi, sistem ekonomi Syariah harus dipahami dalam hal perilaku individu dan perilaku global. Pemegang kebijakan ekonomi harus paham dengan maksud dan tujuan ekonomi Syariah sehingga tindakan kebijakannya sesuai dengan nilai-nilai syariah. Sistem ekonomi Syariah di mulai dari teori empiris mikro Syariah dan menghasilkan kebijakan makro Syariah sehingga menciptakan kesejahteraan ekonomi global.

Penulis adalah Dosen STAIN Padangsidimpuan (Alumni PPS Universitas Indonesia)
Darwis Haharap, S.HI., M.Si.

0 komentar:

Posting Komentar

Cheepa Zone's © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute